Liputan6.com, Sidoarjo - Mantan Bupati Mojokerto, Mustafa Kemal Pasha, menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Juanda, Sidoarjo. Pada sidang perdana tersebut, jaksa mendakwanya dengan dugaan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan atas jabatannya untuk meraup keuntungan. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Eva Yustina menduga, Mustafa menyalahgunakan jabatannya sebagai Bupati Mojokerto untuk mengambil keuntungan pribadi dari kepengurusan perizinan. Pada kasus ini, terdakwa ditengarai menerima suap atas kepengurusan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terkait pembangunan Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto pada 2015. "Patut diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, dalam hal ini terkait IPPR dan IMB di wilayah Mojokerto," ungkap Eva Yustiana di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (14/9/2018). Atas perbuatannya itu, Mustofa didakwa dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tetang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 199 Tentang Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pasal 65 ayat (1) KUHP. Jaksa menuturkan, pada awal 2015, eks Bupati Mojokerto itu memerintahkan Kepala Satpol PP Kabupaten Mojokerto, Suharso untuk melakukan penyegelan terhadap 22 tower yang ditengarai belum memiliki izin IPPR dan IMB. Dari 22 tower itu, 11 buah di antaranya milik PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) dan sisanya milik PT Tower Bersama Infrastructure (TBG). Pascapenyegelan, terdakwa memerintahkan Kepala Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Bambang Wahyudi, menarik fee sebesar Rp 200 juta per tower. Fee tersebut harus diserahkan kepada orang kepercayaan mantan Bupati Mojokerto, Nano Santoso Hudiarto atau Nono. "Jika dikalkulasi, dari jumlah tower yang ada yakni 22 tower dikalikan Rp 200 juta, fee yang diterima terdakwa Mustofa sebesar Rp 4,4 miliar," kata Eva. Atas perintah tersebut, Bambang menyampaikan kepada dua pemilik tower, jika perizinannya belum lengkap. Pemkab tidak akan memprosesnya sebelum ada disposisi dari Bupati Mojokerto. Demi mendapatkan izin dan keberlangsungan usahanya di wilayah Mojokerto, kedua perusahaan telekomunikasi itupun mengikuti birokrasi yang dibuat oleh Mustofa. Namun, dalam realisasinya, PT Protelindo harus mengeluarkan uang sebesar Rp 3,03 miliar, dan PT TBG sebesar Rp 2,75 miliar. Hal itu dikarenakan kedua perusahaan tersebut harus menggunakan jasa perantara dalam pengurusan izin, di mana masing-masing perantara juga meminta imbalan. Contohnya PT TBG yang menggunakan jasa Nabiel Titawano, Agus Suharyanto dan Moch Ali Kuncoro. Sementara, PT Protelindo menggunakan perantara Achmad Suhami dan Subhan (Wakil Bupati Malang periode 2010-2015). Let's block ads! (Why?) via Berita Hari Ini, Kabar Harian Terbaru Terkini Indonesia - Liputan6.com https://ift.tt/2MwHcoi |
No comments:
Post a Comment