Pages

Monday, September 10, 2018

HEADLINE: Bahaya Stunting dan Ancaman Lost Generation, Indonesia Harus Berbuat Apa?

Kampanye 'Isi Piringku'

Salah satu cara pencegahan stunting yang digalakkan pemerintah, yaitu Kampanye 'Isi Piringku'. Langkah ini juga mengatasi kekurangan gizi kronis. 'Isi Piringku' merupakan pedoman porsi makan sehari-hari dalam satu piring yang memenuhi gizi seimbang.

Dalam 'Isi Piringku', sajian satu piring terdiri dari 50 persen buah dan sayur, sedangkan 50 persen sisanya terdiri dari karbohidrat dan protein. Agar Kampanye 'Isi Piringku' berjalan efektif harus disesuaikan dengan daerah masing-masing.

"Kampanye 'Isi Piringku' bisa jadi upaya mencegah stunting. Tapi kampanye itu beda-beda tiap daerah. Disesuaikan sama makanan lokal," tegas Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menegaskan dalam sambutan acara "Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) XI."

Ia mencontohkan, jangan sampai kampanye 'Isi Piringku' dari Padang, Sumatera Barat yang berisi rendang malah dikampanyekan di Bugis, Sulawesi Selatan. Rendang bukan makanan lokal orang Bugis.

Yang benar, Kampanye 'Isi Piringku' untuk mencegah stunting harus sesuai dengan kearifan lokal. Sumber pangan juga sebaiknya berasal dari daerah setempat.

Upaya mencegah stunting juga perlu dilakukan jauh sebelum kehamilan. Ini sebagai upaya dini agar calon ibu mengonsumsi makanan bergizi dan menjaga kesehatan sebelum juga selama hamil.

"Sebelum hamil, ibu-ibu harus memahami soal gizi dan risiko stunting pada anak. Stunting menyebabkan kekerdilan," tutup Jusuf Kalla.

Pos Gizi dan pemberdayaan pangan lokal

Upaya penanganan stunting salah satunya diterapkan oleh masyarakat Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Ada Pos Gizi di Desa Haya-haya, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Pos Gizi itu berfungsi menurunkan stunting (kekurangan gizi kronis) dengan berbagai kegiatan, misal pendataan dengan pengukuran di posyandu.

Ketika Health Liputan6.com berkunjung ke sana pada 17 Juli 2018, Kepala Desa Haya-haya, Yasin Ingo menyampaikan, pendataan dilakukan oleh kader dan divalidasi oleh petugas kesehatan, terutama data status gizi.

"Calon peserta Pos Gizi diperiksa untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit penyerta. Jika ditemukan penyakit, maka terlebih dahulu dilakukan perawatan sampai pulih. Baru diikutsertakan dalam Pos Gizi," jelas Yasin.

Peserta pos gizi menyasar bayi (6-11 bulan) dan balita (12-59 bulan) beserta ibunya. Seluruh bayi dan balita dipantau penambahan berat badannya untuk mencegah stunting. Yang paling rutin dipantau adalah berat badan. Kenaikan atau penurunan berat badan paling cepat dan mudah terlihat dibandingkan tinggi badan, sedangkan tinggi badan baru dapat diketahui hasilnya dalam beberapa bulan sulit terlihat kemajuannya.

Untuk berat badan, kenaikan atau penurunan bisa terlihat. Setiap dua minggu sekali, kemajuan berat badan dicatat. Pada dinding ruangan Pos Gizi terlihat karton yang berisi catatan kemajuan berat dan tinggi badan bayi dan balita.

Tak hanya memantau soal berat dan tinggi badan, Pos Gizi juga berupaya memberdayakan makanan lokal. Para kader mengajarkan orangtua memasak makanan bergizi dengan bahan pangan lokal. Yang lebih menarik, susunan kalori juga diajarkan dan disusun petugas gizi. Adapun jumlah kalori harian baiknya terkandung antara 300-500 kkal dengan protein 5-12 gram.

"Adanya pos gizi dibangun berkat partisipasi masyarakat. Kami mengajarkan memasak makanan lokal. Ya, makanan lokal diberdayakan," Yasin menambahkan.

Makanan lokal yang diberdayakan membuktikan, kandungan zat gizi dan vitamin tidak harus berasal dari makanan mahal.

"Kami ingin mengubah mindset (pandangan) masyarakat terkait makanan. Bahwa makanan berbahan lokal kaya zat gizi," ujar Yasin.

Prevalensi stunting (kekurangan gizi kronis) di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, telah berhasil turun. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, prevalensi stunting pada balita atau anak usia 0-59 bulan, turun dari 40,7 persen (2015) menjadi 32,3 (2017).

Begitu pula prevalensi stunting pada baduta, anak usia 0 hingga 24 bulan. Pada 2015, prevalensi mencapai 32,3 persen, tahun 2016 menurun jadi 28,4 persen, dan pada 2017 menjadi 24,8 persen.

Kegiatan pos Gizi Desa Haya-Haya dibentuk sejak 2013 dengan memanfaatkan dana dari partisipasi masyarakat, yang dibantu tim penggerak gizi dan bidan desa. Pembinaan dilakukan oleh puskesmas kecamatan setempat. Pada tahun 2017, kegiatan pos gizi desa telah diintegrasikan dengan dana desa.

Kembangkan RSUD Hasri Ainun Habibie

Pemerintah Provinsi Gorontalo bahkan melakukan pengembangan RSUD Hasri Ainun Habibie menjadi RSUD Tipe B. Pengembangan tersebut dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, terutama menurunkan stunting.

Dalam peninjauan ke RSUD Hasri Ainun Habibie pada 16 Juli 2018, Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek mendukung pengembangan RSUD tersebut. Pengembangan dilaatarbelakangi kurangnya akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan terlebih belum ada rumah sakit pusat rujukan provinsi.

RSUD Hasri Ainun Habibie akan berkembang menjadi rumah sakit tipe B, yang sebelumnya rumah sakit tersebut adalah tipe D. Rencana pengembangan menjadi RSUD tipe D akan dilengkapi dengan dokter, perawat dan bidan, kefarmasian, tenaga kesehatan lainnya, dan tenaga non kesehatan.

Dokter yang dibutuhkan sebanyak 75 orang untuk pelayanan medik, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan spesialis penunjang medik, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan medik spesialis Gigi dan Mulut, dan pelayanan medik subspesialis.

Untuk bidan dan perawat dibutuhkan 509 orang, kefarmasian 20 orang, tenaga kesehatan lainnya 60 orang, dan tenaga non kesehatan 159 orang. Selain pengembangan menjadi RSUD tipe B, RSUD Ainun juga akan dikembangkan sebagai rumah sakit pendidikan.

Let's block ads! (Why?)

via Berita Hari Ini, Kabar Harian Terbaru Terkini Indonesia - Liputan6.com https://ift.tt/2CGoCdJ
RSS Feed

If New feed item from http://ftr.fivefilters.org/makefulltextfeed.php?url=https%3A%2F%2Fwww.liputan6.com%2Frss&max=3, then Send me an email


Unsubscribe from these notifications or sign in to manage your Email Applets.

IFTTT

No comments:

Post a Comment